Rindu yang Tak Pernah Pulang Puisi Patah Hati yang Menyayat Jiwa

Rindu yang Tak Pernah Pulang: Puisi Patah Hati yang Menyayat Jiwa

Diposting pada

Pernah nggak sih kamu ngerasa rindu sama seseorang, tapi dia nggak pernah benar-benar kembali? Rindu yang cuma bisa kamu simpan, kamu rawat, tapi nggak bisa kamu sampaikan. Puisi ‘Rindu yang Tak Pernah Pulang‘ lahir dari rasa itu, rasa yang nggak punya arah pulang, tapi tetap hidup di dalam dada. Lewat bait-bait yang pelan tapi dalam, “Rindu yang Tak Pernah Pulang” mengajak kamu menyelami perasaan yang mungkin selama ini kamu pendam. Yuk, baca pelan-pelan… siapa tahu kamu menemukan dirimu di antara kata-katanya.


Rindu yang Tak Pernah Pulang

Di ujung senja aku berdiri,
menatap langit yang mulai sunyi.
Ada namamu di tiap cahaya,
meski kau tak lagi di sini.

Rindu ini tak tahu arah,
menyusuri waktu tanpa jeda.
Ia berjalan tanpa kaki,
menyusup diam dalam dada.

Kau pergi tanpa aba-aba,
meninggalkan jejak yang samar.
Namun rindu tetap setia,
menunggu di batas sabar.

Aku menulis namamu di angin,
agar ia sampaikan rinduku.
Tapi angin pun tak kembali,
seperti kamu yang menjauhiku.

Langit jingga jadi saksi,
betapa aku tak bisa lupa.
Rindu ini bukan sekadar kata,
ia luka yang tak sembuh juga.

Setiap senja adalah kamu,
meski wajahmu tak lagi nyata.
Kau hidup dalam bayang pikir,
di antara harap dan nyata.

Aku bicara pada sepi,
tentang kamu yang tak kembali.
Sepi menjawab dengan diam,
seperti kamu yang tak peduli.

Rindu ini tak punya rumah,
ia mengembara dalam hati.
Tak tahu kapan akan pulang,
atau mungkin tak akan lagi.

Aku menanam doa di malam,
agar tumbuh jadi harapan.
Tapi pagi datang membawa hampa,
rinduku tetap dalam kesunyian.

Kau adalah puisi yang hilang,
dari bait-bait yang kubuat.
Namun rindu tetap menulis,
meski tinta sudah tak kuat.

Aku belajar menerima,
bahwa rindu tak harus berbalas.
Ia cukup hidup di dada,
meski kadang terasa lemas.

Senja mengajarkanku sabar,
meski tak ada yang datang.
Rindu ini tetap bernyawa,
meski tak pernah pulang.

Aku tak lagi bertanya,
kenapa kau tak kembali.
Rindu ini bukan soal logika,
ia hanya ingin kau mengerti.

Jika suatu hari kau membaca,
puisi ini yang penuh luka.
Ketahuilah, aku masih di sini,
menyimpan rindu yang tak pernah reda.

Dan jika rindu punya suara,
ia akan memanggilmu pelan.
Tapi kau terlalu jauh,
hingga rindu tak pernah pulang.


Rindu memang nggak selalu harus punya tujuan. Kadang, ia cuma ingin ada—diam-diam tinggal di hati, meski nggak pernah benar-benar pulang. Kalau kamu pernah ngerasain hal yang sama, semoga puisi ini bisa jadi teman yang ngerti tanpa banyak tanya. Terima kasih udah mampir di Senja Dalam Kata, tempat di mana rindu, hilang, dan harapan bisa bercerita tanpa suara. Sampai jumpa di puisi berikutnya, ya! Tiba-Tiba Cinta