Kadang yang bikin hati paling nyesek tuh bukan ditinggal, tapi lihat orang yang dulu kita perjuangkan… sekarang bahagia sama orang lain. Puisi ini lahir dari rasa itu—rasa yang nggak bisa dijelasin pakai logika, cuma bisa dirasain dalam diam. “Senyummu Kini Milik Orang Lain” bukan cuma rangkaian kata, tapi pelukan buat kamu yang pernah patah dan nggak tahu harus gimana. Kalau kamu pernah ngerasain perpisahan yang nggak kamu pilih, coba deh baca pelan-pelan… siapa tahu kamu nemu potongan hatimu di sini.
Senyummu Kini Milik Orang Lain
Aku pernah jadi alasan senyummu,
di pagi yang belum sempat bicara.
Kini kau tersenyum untuk dia,
dan aku hanya bayang yang tak nyata.
Langit sore tak lagi ramah,
sejak kau memilih jalan berbeda.
Senjaku kehilangan warna,
seperti hati yang kehilangan cahaya.
Kau tak salah memilih bahagia,
meski bukan aku yang kau peluk.
Aku hanya sisa cerita lama,
yang tak lagi kau sebut dalam doa.
Senyummu kini bukan milikku,
dan aku belajar tak menuntut.
Rasa ini tetap tinggal,
meski tak lagi punya tempat untuk berteduh.
Aku menatapmu dari jauh,
dengan mata yang tak lagi kau kenali.
Kau tertawa, aku diam,
di antara jarak yang tak bisa dijembatani.
Ada luka yang tak berdarah,
tapi mengalir di dalam dada.
Senyummu jadi pisau halus,
yang mengiris pelan tanpa suara.
Aku tak ingin kau kembali,
hanya ingin kau tahu aku pernah ada.
Di masa di mana senyummu,
adalah rumah bagi segala rasa.
Kini aku tamu di hidupmu,
yang tak lagi kau undang masuk.
Senyummu jadi milik orang lain,
dan aku belajar untuk cukup.
Aku menulis tentangmu di langit,
agar hujan tahu siapa yang hilang.
Tapi langit pun tak menjawab,
ia hanya diam, seperti kenangan.
Kau bahagia, dan itu baik,
meski bukan aku yang kau genggam.
Aku hanya puisi yang tertinggal,
di halaman yang tak kau buka lagi.
Senyummu kini milik orang lain,
dan aku tak punya hak untuk marah.
Rindu ini tetap hidup,
meski tak lagi punya arah.
Aku tak ingin jadi gangguan,
hanya ingin jadi kenangan yang tenang.
Yang kau ingat sesekali,
di sela tawa yang kau bagi dengan orang lain.
Aku pernah jadi cahaya,
di matamu yang penuh cerita.
Kini aku hanya bayangan,
yang kau lewati tanpa sengaja.
Senyummu kini milik orang lain,
dan aku tak lagi bertanya kenapa.
Karena cinta tak selalu harus memiliki,
kadang cukup dengan pernah ada.
Dan jika suatu hari kau membaca ini,
di waktu yang tak terduga.
Ketahuilah, aku masih menyimpanmu,
di tempat paling sunyi dalam jiwa.
Kadang, yang paling berat bukan kehilangan orangnya… tapi kehilangan senyumnya yang dulu buat kita merasa cukup. Tapi hidup terus jalan, dan kita belajar menerima bahwa nggak semua yang kita jaga akan tetap tinggal. Semoga bait-baitnya bisa jadi pelukan buat hati kamu yang lagi belajar ikhlas. Sampai ketemu di puisi berikutnya, ya—di Senja Dalam Kata, tempat senja bercerita tanpa suara.
Rindu yang Tak Pernah Pulang: Puisi Patah Hati yang Menyayat Jiwa