Kadang, setelah semua luka dan kehilangan, kita cuma butuh satu hal: seseorang yang datang bukan buat menghakimi, tapi buat menyembuhkan. Puisi ini bercerita tentang momen itu—tentang senja yang nggak lagi terasa kelabu, karena ada kehadiran yang hangat dan tulus. “Senja Datang, Aku Siap Menyambut” adalah kisah tentang hati yang mulai terbuka lagi, pelan-pelan, tanpa paksaan. Kalau kamu lagi belajar menerima cahaya baru setelah gelap yang panjang, puisi ini mungkin bisa jadi teman yang pas.
Senja Datang, Aku Siap Menyambut
Senja datang pelan-pelan,
membawa cahaya yang tak menyilaukan.
Aku berdiri di ambang luka,
menyambut hangat yang kau tawarkan.
Kau datang bukan untuk bertanya,
hanya duduk di samping luka yang lama.
Tak ada janji, tak ada kata,
hanya kehadiran yang terasa nyata.
Aku pernah jadi reruntuhan,
di antara cinta yang tak bertahan.
Tapi kau datang seperti hujan,
membasuh hati yang hampir padam.
Langit jingga jadi saksi,
betapa aku mulai percaya lagi.
Bahwa tak semua yang datang,
ingin pergi tanpa pamit diri.
Kau tak membawa pelangi,
hanya senyum yang tak memaksa.
Dan itu cukup bagiku,
untuk membuka pintu yang lama tertutup rapat.
Aku tak lagi bertanya,
tentang masa lalu yang menyakitkan.
Karena kau hadir sebagai jawaban,
bukan pengulangan dari kehilangan.
Senja ini berbeda rasanya,
ada tenang yang tak biasa.
Mungkin karena kau di sini,
membawa damai tanpa banyak bicara.
Aku tak tahu ke mana kita,
tapi aku tahu aku tak sendiri.
Kau berjalan di sampingku,
meski jalannya belum pasti.
Ada luka yang masih menganga,
tapi kau tak takut melihatnya.
Kau tak berusaha menutup,
hanya menemani hingga ia reda.
Senja datang, dan aku tak lari,
karena kali ini aku siap berdiri.
Menyambutmu dengan hati terbuka,
meski masih ada sisa air mata.
Kau bukan penyelamat,
tapi kau jadi penyembuh.
Bukan karena kau sempurna,
tapi karena kau tulus.
Aku belajar pelan-pelan,
bahwa cinta tak harus terburu-buru.
Kadang ia datang seperti senja,
indah, tenang, dan penuh makna.
Kau tak menjanjikan langit cerah,
tapi kau hadir saat aku butuh arah.
Dan itu lebih dari cukup,
untuk hati yang pernah retak parah.
Senja datang, dan aku tersenyum,
bukan karena semua sudah sembuh.
Tapi karena aku tahu,
aku tak lagi sendiri menempuh.
Kini aku siap menyambut,
bukan hanya senja, tapi juga kamu.
Yang datang bukan untuk mengubah,
tapi untuk menemani aku jadi aku.
Kadang, yang kita butuhkan bukan seseorang yang sempurna, tapi yang datang di waktu yang tepat dan nggak buru-buru pergi. “Senja Datang, Aku Siap Menyambut” adalah cerita tentang hati yang mulai pulih, tentang harapan yang tumbuh pelan-pelan. Makasih udah baca sampai akhir, semoga puisi ini bisa jadi teman buat kamu yang lagi belajar membuka diri lagi. Sampai ketemu di puisi berikutnya, ya—di Senja Dalam Kata, tempat senja bercerita tanpa suara.
Senyummu Kini Milik Orang Lain: Puisi Perpisahan yang Menyedihkan