Senja Titipan Rindu

Senja Titipan Rindu: Saat Langit Bicara Lewat Cahaya

Diposting pada

Pernah nggak sih, kamu memandang senja terus tiba-tiba flashback ke seseorang? Kayak langit lagi ngasih kode, “Nih aku kirim salam dari dia…”. Puisi “Senja Titipan Rindu” ini lahir dari momen-momen itu. Saat awan merah tiba-tiba jadi WhatsApp-nya alam, dan angin sore jadi pengantar rindu. Aku nulis ini buat mereka yang masih punya unfinished conversation, buat rindu yang cuma berani diungkapin lewat doa atau… lewat senja.

Yuk, mari kita baca bareng-bareng. Siapa tahu, di salah satu baitnya, kamu nemuin rasa yang selama ini kamu sembunyiin.

Senja Titipan Rindu

Di langit senja, kutitipkan rindu yang diam,
Lewat cahaya yang perlahan tenggelam,
Tak ada kata, hanya warna yang menyiram,
Hati yang menunggu dalam sunyi yang dalam.

Langit jingga jadi surat tak tertulis,
Tentang rasa yang tak pernah habis,
Rindu mengalir tanpa garis,
Menemukanmu di antara cahaya yang manis.

Senja bicara lewat angin yang pelan,
Menyampaikan pesan yang tak terucapkan,
Seperti aku yang hanya bisa menahan,
Rasa yang tak sempat kau dengarkan.

Di balik awan, ada namamu terukir,
Tak terlihat, tapi tak pernah kabur,
Rindu ini tak bisa kugugurkan,
Meski waktu terus berputar dan bergulir.

Senja adalah ruang untuk menitipkan rasa,
Yang tak bisa disampaikan lewat suara,
Alam menjadi saksi cinta yang tak biasa,
Yang hidup di antara cahaya dan udara.

Langit tak pernah menolak rindu,
Ia menyimpannya dalam warna yang syahdu,
Seperti aku yang menyimpanmu,
Di antara bait-bait doa yang tak pernah jemu.

Senja tak bertanya kenapa aku menunggu,
Ia hanya hadir, lalu berlalu,
Seperti kamu yang pernah singgah di kalbu,
Lalu pergi tanpa tahu.

Rindu tak butuh jawaban,
Ia hanya ingin dikenang dalam keheningan,
Seperti senja yang datang perlahan,
Lalu hilang tanpa peringatan.

Di langit itu, kutitipkan harapan,
Bahwa suatu hari kau akan membaca pesan,
Yang kutulis lewat cahaya dan angin pelan,
Tentang cinta yang tak pernah padam.

Senja adalah bahasa yang tak bersuara,
Tapi mampu menyentuh jiwa,
Ia menyampaikan rasa yang tak biasa,
Lewat warna yang tak bisa dijelaskan kata.

Rindu ini bukan tentang kehilangan,
Tapi tentang hadir yang tak bisa disampaikan,
Seperti senja yang hanya bisa dikenang,
Meski tak pernah bisa ditahan.

Langit sore jadi tempatku berbicara,
Tentang kamu yang tak lagi ada,
Tapi masih tinggal di dalam rasa,
Yang tak pernah bisa kuubah jadi kata.

Senja adalah perantara antara aku dan kamu,
Di sana kutitipkan semua rindu,
Yang tak sempat kau tahu,
Tapi semoga semesta menyampaikan itu.

Rindu ini tak ingin kau balas,
Ia hanya ingin kau merasa,
Bahwa di setiap senja yang kau lewati,
Ada aku yang menitipkan cinta.

Kini senja kembali tenggelam,
Membawa rindu yang tetap diam,
Tapi aku tahu, di langit yang kelam,
Ada pesan yang sampai, meski tak terang.

Puisi ini menggambarkan rindu yang nggak bisa diucapkan langsung, jadi dititipkan lewat senja, lewat cahaya, angin, dan langit. Kadang kita punya rasa yang terlalu dalam, tapi nggak tahu gimana cara menyampaikannya. Nah, senja jadi simbol dari itu semua.

  • Senja sebagai media rindu: Langit sore jadi tempat kita “ngobrol” sama orang yang dirindukan, meski mereka nggak tahu.
  • Rindu yang nggak butuh jawaban: Kadang kita cuma pengen orang itu tahu, tanpa harus membalas. Cukup tahu aja, itu udah cukup.
  • Alam sebagai perantara rasa: Puisi ini ngajak kita percaya bahwa semesta bisa bantu menyampaikan rasa, meski nggak lewat kata.
  • Rindu yang tenang tapi dalam: Nggak meledak-ledak, tapi tetap terasa. Seperti senja yang datang pelan, tapi meninggalkan kesan.

Kadang, kita nggak butuh kata-kata panjang buat nyampein rindu. Cukup langit sore yang hangat, angin yang pelan, dan cahaya senja yang menyentuh hati. Di situ, rasa bisa bicara sendiri. Jadi kalau suatu hari kamu lihat senja dan tiba-tiba inget seseorang, mungkin itu bukan kebetulan, mungkin ada rindu yang sedang dititipkan, entah dari kamu… atau untuk kamu.

Terima kasih udah mampir dan ikut menyelami makna senja bareng aku. Jangan lupa, setiap senja punya cerita dan mungkin, salah satunya adalah milikmu.

Baca Puisi Senja Itu lainnya: Senja datang, Senja hilang, dan Senja rindu